Selasa, 30 April 2013


PENGAMBILAN KEPUTUSAN KONSUMEN
Keputusan
Keputusan adalah seleksi terhadap dua pilihan alternatif atau lebih. Dengan kata lain, pilihan alternatif harus tersedia bagi seseorang ketika mengambil keputusan.
Tingkat Pengambilan Keputusan Konsumen
a.       Pemecahan masalah yang luas
Jika konsumen tidak mempunyai kriteria yang mapan untuk menilai katagori produk atau merk tertentu dalam katagori tersebut atau tidak membatasi jumlah merk yang akan mereka pertimbangkan menjadi rangkaian kecil yang dapat dikuasai, usaha pengambilan keputusan mereka dapat diklasifikasikan sebagai pemecahan masalah yang luas. Pada tingkat ini, konsumen membutuhkan berbagai informasi untuk menetapkan serangkaian kriteria guna menilai merk-merk tertentu dan banyak informasi yang sesuai mengenai setiap merk yang akan dipertimbangkan.
b.      Pemecahan masalah yang terbatas
Pada tingkat pemecahan masalah ini, konsumen telah menetapkan kriteria  dasar untuk menilai katagori produk dan berbagai merk dalam katagori tersebut. Tetapi, mereka belum sepenuhnya menetapkan pilihan terhadap kelompok merk tertentu. Pencarian informasi tambahan yang mereka lakukan lebih merupakan “penyesuaian sedikit-sedikit”; mereka harus mengumpulkan informasi merk tambahan untuk melihat perbedaan di antara berbagai merk.
c.       Perilaku sebagai respon yang rutin
Pada tingkat ini, konsumen sudah mempunyai beberapa pengalaman mengenai kategori produk dan serangkaian kriteria yang ditetapkan dengan baik untuk menilai berbagai merk yang sedang mereka pertimbangkan. Dalam beberapa situasi, mereka mungkin mencari informasi tambahan, dalam situasi lain mereka hanya meninnjau kembali apa yang sudah mereka ketahui.
 Model Keputusan: Empat Pandangan Mengenai Pengambilan Keputusan Konsumen
a.       Pandangan ekonomi
Dalam bidang ekonomi teoritis, yang menggambarkan dunia persaingan sempurna, konsumen sering diberi ciri sebagai pengambil keputusan yang rasional, dalam model ini yang disebut teori manusia ekonomi. Untuk berperilaku rasional dalam arti ekonomi, seorang konsumen harus :
1)      Mengetahui semua alternatif produk yang tersedia.
2)      Mampu memeringkat setiap alternatif secara tepat dari sudut keuntungan dan kerugiannya.
3)      Mampu mengenali satu alternatif yang terbaik.
b.      Pandangan pasif
Pandangan pasif yang menggambarkan konsumen sebagai orang yang pada dasarnya tubduk pada kepentingan melayani diri dan usaha promosi para pemasar. Dalam pandangan pasif, para konsumen di anggap sebagai pembeli yang menurutkan kata hati dan irrasional, siap menyerah kepada tujuan dan kekuasaan pemasar. Keterbatasan utama model pasif adalah gagal mengenali bahwa konsumen memainkan peran yang sama, bahkan dominan dalam berbagai situasi pembelian kadang-kadang dengan mencari informasi berbagai alternatif produk dan memilih produk yang tampaknya menawarkan kepuasan terbesar dan waktu yang lain dengan menurutkankata hati memilih produk yang memuaskan suasana hati atau emosi pada waktu itu.
c.       Pandangan kognitif
Pada model ini mrnggambarkan konsumen sebagai pemecah masalah dengan cara berpikir. Konsumen sering digambarkan sebagai mau menerima maupun dengan aktif mencari produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan mereka dan memperkaya kehidupan mereka. Model kognitif fokus kepada konsumen mencari dan menilai informasi mengenai merk dan saluran ritel yang terpilih.
d.      Pandangan emosional (impulsif/menurutkan desakan hati)
Perasaan mendalam atau emosi , seperti kegembiraan, kekhawatiran, rasa sayang, harapan, seksualitas, fantasi, dan bahkan sedikit keajaiban dengan berbagai pembelian atau kepemilikan tertentu. Kepemilikan juga dapat membantu memelihara perasaan masa lalu dan berlaku sebagai barang-barang transisi yang di akrabi ketika ketika seseorang dihadapkan pada masa depan yang tidak pasti.
 Model Pengambilan Keputusan Konsumen
Model ini tidak dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai kerumitan pengambilan keputusan konsumen. Sebaliknya dirancang untuk menyatukan dan menyelaraskan berbagai konsep yang relevan menjadi suatu keseluruhan yang berarti. Model ini mempunyai tiga komponen utama, yaitu sebagai berikut:
a.       Masukan
Komponen masukan dalam model pengambilan keputusan konsumen mempunyai berbagai pengaruh luar yang berlaku sebagai sumber informasi mengenai produk tertentu dan mempengaruhi nilai-nilai, sikap, dan perilaku konsumen yang berkaitan dengan produk. Yang utama di antara berbagai faktor masukan ini adalah berbagai kegiatan bauran pemasaran perusahaan yang berusaha menyampaikan manfaat produk dan jasa mereka kepada para konsumen potensial dan pengaruh sosio-budaya di luar pemasaran, yang jika dihayati mendalam akan mempengaruhi keputusan pembelian konsumen.
1)      Masukan pemasaran
Masukan kepada proses pengambilan keputusan konsumen dengan mengambil bentuk berbagai strategi bauran pemasaran khusus yang terdiri dari produk itu sendiri; iklan media massa, pemasaran langsung, penjualan personal, dan berbagai usaha promosi lainnya; kebijakan harga; dan pemilihan saluran distribusi untuk me diingmindahkan produk dari pabrikan kepada konsumen. Akhirnya, dampak berbagai usaha pemasaran suatu perusahaan sebagian besar ditentukan oleh persepsi konsumen terhadap semua usaha ini.
2)      Masukan sosiobudaya
Masukan sosiobudaya terdiri dari berbagai macam pengaruh nonkomersial. Sebagai contoh, komentar teman, editorial di surat kabar, pemakaian oleh anggota keluarga, atau pandangan para konsumen berpengalaman yang ikut serta dalam kelompok diskusi khusus untuk di internet. Yang semuanya merupakan masukan yang mungkin mempengaruhi apa yang dibeli para konsumen dan bagaimana mereka menggunakan apa yang mereka beli.
b.      Proses
Komponen proses berhubungan dengan cara konsumen mengambil keputusan. Pada komponen proses dalam tinjauan model keputusan, tindakan pengambilan keputusan konsumen terdiri dari tiga tahap:
1)      Pengenalan kebutuhan
Pengenalan kebutuhan mungkin terjadi ketika konsumen dihadapkan dengan suatu “masalah’. Di kalangan konsumen ada dua gaya pengenalan kebutuhan atau masalah yang berbeda:
a.       Tipe keadaan yang sebernarnya
Konsumen merasa bahwa mereka mempunyai masalah ketika sebuah produk tidak dapat berfungsi secara memuaskan.
b.       Tipe keadaan yang diinginkan
Dimana bagi konsumen keingininan terhadap sesuatu yang baru dapat menggerakkan proses keputusan.
2)      Penelitian sebelum pembelian
Dimulai ketika konsumen merasakan adanya kebutuhan yang dapat dipenuhi dengan membeli dan mengkonsumsi suatu produk. Ingatan pada pengalaman yang lalu dapat memberikan informasi yang memadai kepada konsumen untuk melakukan pilihan sekarang ini. Sebaliknya, jika konsumen tidak mempunyai pengalaman sebelumnya, ia mungkin harus melakukan penelitian yang mendalam mengenai keadaan di luar dirinya untuk memperoleh informasi yang berguna sebagai dasar pemilihan.
3)      Penilaian berbagai alternatif
Ketika menilai alternatif potensial, para konsumen cenderung menggunakan dua macam informasi, yaitu :
1.       “daftar” merk yang akan mereka rencanakan untuk diilih (serangkaian merk yang diminati/ rangkaian yang dipertimbangkan).
Dalam konteks pengambilan keputusan konsumen, rangkaian merk yang diminati mengacu pada merk-merk khusus yang dipertimbangkan konsumen dalam melakukan pembelian dalam katagori produk tertentu.
2.       Kritria yang akan mereka pergunakan untuk menilai setiap merk.
Kriteria yang digunakan  para konsumen untuk menilai merk yang merupakan rangkaian merk yang mereka minati biasanya dinyatakan dari sudut sifat-sifat produk yang penting.
3.       Kaidah keputusan konsumen
Kaidah keputusan konsumen, yang sering disebut heuristic, strategi keputusan, dan strategi pengolahan informasi, merupakan prosedur yang digunakan oleh konsumen untuk memudahkan pemilihan merk (yang berhubungan dengan konsumsi lainnya. Kaidah ini mengurangi beban untuk membuat keputusan yang kompleks dengan memberikan garis pedoman atau menjadikannya kebiasaan sehingga menjadikannya proses yang tidak memberatkan. Kaidah keputusan dikalsifikasikan menjadi dua katagori besar:
1.       Kaidah keputusan pengimbang (compensatory decision rules)
Kaidah ini memungkinkan penilaian suatu merk positif atas satu sifat untuk mengimbangi penilaian yang negatif atas suatu sifat lainnya.
2.       Kaidah keputusan bukan pengimbang (noncompensatory)
Kaidah keputusan bukan pengimbang tidak emmungkinkan konsumen menyeimbangkan penilaian positif suatu merk atas satu sifat dengan penilaian negative atas beberapa sifat lainnya. Tiga kaidah bukan pengimbang dibagi tiga:
a)      Kaidah keputusan konjungtif
Kaidah konjungtif berguna untuk cepat mengurangi jumlah alternatif yang akan dipertimbangkan. Konsumen dapat pula menggunakan kaidah keputusan lain yang lebih halus untuk sampai ke piliha terakhir.
b)      Kaidah disjungtif
Konsumen menetapkan suatu tingkat terendah yang terpisah dan secara minimal dapat diterima untuk setiap sifat. Dalam hal ini, jika sebuah alternatif merk memenuhi atau melebihi tingkat terendah yang ditetapkan untuk setiap sifat, maka merk itu dapat diterima.
c)      Kaidah keputusan leksikografis
Konsumen memeringkat sifat-sifat dari sudut keterkaitan atau arti penting yang disarankan, kemudian konsumen membandingkan berbagai alternatif merk dari sudut satu sufat yang dianggap paling penting.
3.       Gaya hidup sebagai strategi keputusan konsumen
Keputusan perorangan atau keluarga yang diambil demi untuk gaya hidup tertentu (misalnya: para pengikut yang taat terhadap suatu agama tertentu) berpengaruh pada berbagai perilaku khusus konsumen sehari-hari.
4.       Informasi yang tidak lengkap dan alternatif yang tidak dapat dibandignkan
Dalam berbagai situasi pilihan, para konsumen menghadadapi informasi yang tidak lengkap sebagai dasar keputusan dan harus menggunakan berbagai strategi alternatif untuk mengatasi unsur-unsur yang hilang. Hilangnya informasi diakibatkan oleh iklan atau kemasan yang hanya mengemukakan sifat-sifat alternatif yang tidak dikemukakan, atau karena beberapa sifat harus dialami dan hanya dapat dinilai setelah produk digunakan.
5.       Serangkaian keputusan
6.       Kaidah keputusan dan strategi pemasaran
Kaidah keputusan mana yang akan digunakan konsumen dalam memilih produk atau jasa tertentu sangat berguna bagi para pemasar yang berkepentingan untuk merumuskan program promosi.
7.       Visi konsumsi
Visi konsumsi sebagai gambaran pengambilan keputusan yang tidak ortodoks, tapi mungkin sekali akurat dalam situasi kurangnnya pengalaman konsumen dan tidak terstrukturnya masalah dengan baik, maupun dalam situasi yang diliputi emosi yang dalam.
c.       Keluaran
Porsi keluaran dalam model pengambilan keputusan konsumen menyangkut dua kegiatan pasca pembelian yang berhubungan erat dan bertujuan untuk meningkatkan kepuasan konsumen terhadap pembelinya, yaitu:
1)      Perilaku pembelian
Para konsumen melakukan tiga tipe pembelian:
a.       Pembelian percobaan
Ketika konsumen membeli suatu produk (atau merk) untuk pertama kalinya dengan jumlah yang lebih sedikit dari biasanya, pembelian ini akan dianggap suatu percobaan.
b.       Pembelian ulangan
Jika suatu merk baru dalam kategori produk yang sudah mapan berdasarkan percobaan dirasakan lebih memuaskan atau lebih baik daripada merk-merk lain, konsumen mungkin akan mengulangi pembelian.
c.       Pembelian komitmen jangka panjang
Dari pembelian berulang menandakan bahwa produk memenuhi persetujuan konsumen dan bahwa ia bersedia memakainya lagi dan dalam jumlah yang lebih besar dan dalam waktu yang lama.
2)      Penilaian pasca-pembelian
Ketika konsumen menggunakan suatu produk, terutama selama pembelian percobaan, mereka menilai kinerja produk tersebut menurut berbagai harapan mereka. Tiga hasil penilaian yang mungkin muncul;
a.          Kinerja yang sesungguhnya sesuai dengan harapan yang menimbulkan perasaan netral.
b.          Kinerja melebihi harapan, yang menimbulkan apa yang dikenal sebagai pemenuhan kebutuhan secara positif (yang menimbulkan kepuasan)
c.          Kinerja dibawah harapan yang menimbulkan pemenuhan kebutuhan secara negative (ketidakpuasan)
Perilaku Konsumen Untuk Memberi Hadiah
Perilaku memberi hadiah didefinisikan sebagai proses pertukaran hadiah yang terjadi antara pemberi dan penerima. Model hubungan antara berbagai kombinasi pemberi hadiah dan penerima hadiah dalam proses pemberian hadiah konsumen dibagi menjadi lima jenis:
1)      Hadiah antar kelompok
Perilaku pemberian hadia antar kelompok terjadi bilamana suatu kelompok bertukar hadiah dengan kelompok lain (seperti satu keluarga dengan keluarga lain).
2)      Hadiah antar kategori
Baik perorangan memberikan hadiah kepada suatru kelompok (seorang teman memberikan kado ulang tahun perkawinan pada pasangan suami istri).
3)      Hadiah dalam kelompok
Dimana suatu kelompok memberikan hadiah untuk dirinya atau para anggotanya (seorang suami yang memberikan hadiah untuk istrinya berlibur bersama).
4)      Hadiah antar perorangan
Terjadi hanya antara dua orang, pemberi hadiah dan penerima hadiah, pemberian hadiah antar perorangan bersifat intim karena memberikan kesempatan pada pemberi hadiah untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya mengenai penerima hadiah.
5)      Hadiah untuk diri sendiri
Perilaku pemberian hadiah pada diri sendiri menggambarkan keadaan dan motivasi khusus untuk diri sendiri (mahasiswa ketika mempunyai uang dan waktu mereka ingin menyenangkan diri mereka sendiri dengan membeli hadiah untuk diri mereka).
Hal-Hal Di Luar Keputusan: Mengkonsumsi dan Memiliki
Pilihan atau keputusan pembelian merupakan masukan ke dalam proses konsumsi. Tahapan masukan termasuk penetapan rangkaian konsumsi (koleksi atau gambaran produk adan sifat-sifatnya) dan gaya konsumsi (“kaidah” individu atau keluarga dalam memenuhi kebutuhan konsumsi). Tahap proses model konsumsi yang sederhana mencakup (perspektif konsumen) memakai, memiliki, mengumpulkan, dan membuang berbagai barang dan pengalaman.
a.       Produk yang mempunyai arti khusus dan kenangan
Beberapa barang milik (sepert foto, souvenir, piala, dan barang sehari-hari) berguna untuk membantu konsumen dalam usaha menciptakan “arti pribadi” dam memelihara perasaan masa lalu yang penting untuk memperoleh pemahaman tentang diri sendiri. Misalnya, “barang masa lalu” sering diperoleh dan dipertahankan dengan sengaja (beberapa menjadi antik) untuk “mengenang” saat-saat dan orang-orang yang menyenangkan dan penting di masa lalu seseorang.




Pemasaran Berdasarkan Hubungan (relationship marketing)
Jenis kesetiaan ini ditingkatkan dengkan hubungaan pemasaran berdasarkan hubungan. Yang pada intinya adalah membangun kepercayaan (antara perusahaan dengan para pelanggannya) dan memegang janji depihak perusahaan maupun di pihak konsumen. Dengan tujuan menciptakan hubungan yang kuat dan bertahan lama dengan kelompok inti pelanggan. Penekanannya adalah untuk membangun ikatan jangka panjang dengan para pelanggan dengan mengusahakan agar mereka merasa senang dengan cara perusahaan berinteraksi (atau melakukan bisnis) dengan mereka dan dengan memberikan dan mengadakan semacam “hubungan pribadi” dalam berbisnis.

Sabtu, 27 April 2013


KEPUTUSAN DALAM KETIDAKPASTIAN


Bagi sebagian orang, membahas tentang risiko ketidakpastian selalu identik dengan sesuatu yang bernuansa negatif dan merugikan sehingga harus dihindari dan oleh karenanya kalau memungkinkan bisa direduksi sampai pada level terkecil.  Ketidakpastian seolah menjadi ancaman bagi individu atau kelompok karena dianggap mengganggu proses pencapaian kinerja organisasional. Padahal, kalau disimak lebih jauh, ketidakpastian justru dapat menjadi stimulan untuk memunculkan pemikiran kreatif yang pada gilirannya dapat mendorong langkah inovatif bagi suatu organisasi.

 Coba simak kalau orang bertanya:”Apa yang mendorong para pebisnis memutuskan tetap menjalankan bisnisnya di Indonesia walaupun negeri ini seringkali dinilai memiliki tingkat risiko dan ketidakpastian cukup tinggi dibanding negara-negara berkembang lainnya?”  Bisa ditebak jawabannya, yaitu bahwa ketidakpastian itu adalah “kembang gula atau pemanis” yang menarik dan bisa mendatangkan “semut-semut” bisnis.  Argumen itu sepertinya hanya relevan bagi mereka yang menyukai tantangan dan berani mengambil risiko atas suatu pilihan atau keputusan. Bagaimana pula bagi mereka yang mempunyai preferensi terhadap comfort zone dan menyukai status quo dalam dalam berbisnis?

Mengelola ketidakpastian memang sangat dekat dengan risiko yang juga sering dipersepsikan secara sempit sebagai akibat negatif dari suatu pilihan atau keputusan.  Bagi para pebisnis yang menyukai tantangan, maka risiko yang dikalkulasi (calculated risk) adalah bagian dari suatu bisnis yang juga perlu mendapat porsi pengelolaan tersendiri. Tujuannya jelas, yaitu mendapatkan kekuatan (power) yang besar untuk mengendalikan sumberdaya produktif.  Logikanya, dalam kondisi keterbatasan sumberdaya, maka seseorang akan cenderung mengambil keputusan berdasar pada tingkat kejelasan sumberdaya dan kestabilan dalam perolehannya.  Ini berarti, para pebisnis yang memiliki kecenderungan perilaku sebagai risk taker akan selalu mencoba menemukan sumberdaya alternatif bagi bisnisnya.  Sebaliknya, bagi pebisnis yang masuk dalam kategori risk avoider atau risk averter, maka sangat sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa risiko yang dikalkulasi sebenarnya adalah bagian dari proses bisnis yang harus dikendalikannya. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah ada kompromi diantara keduanya. Jika kompromi harus dilakukan, bagaimana memasukkan aspek-aspek organisasional ke dalam pengelolaan suatu risiko ketidakpastian dalam bisnis.

~>>Kompromi dalam Mengelola Risiko<<~
Pembicaraan mengenai risiko dapat berkembang luas mulai dari tingkatan fungsi keuangan sampai pada lingkup kegiatan yang tidak secara langsung terkait dengan urusan keuangan.  Sebagai ilustrasi, para pebisnis seringkali dihadapkan pada pilihan yang cukup berat karena menghadapi kenyataan adanya perputaran manajerial (managerial turnover) yang tinggi dalam lingkup pekerjaannya. Suatu fenomena yang seringkali dijumpai pada industri jasa keuangan dan perbankan di negeri ini.  Bahkan ada anekdot yang menyatakan bahwa kalau seseorang mampu bertahan berkerja di suatu perusahaan jasa keuangan lebih dari 10 tahun pada perusahaan yang sama, maka orang itu memiliki karakter kuat melebihi manusia langka yang pernah ada di dunia. Sudah barang tentu, anekdot semacam ini tidak berlaku umum dan dapat terterapkan untuk semua bentuk pekerjaan dan/atau industri.

Itu sebabnya, untuk mempertahankan sosok atau figur yang memiliki kapasitas manajerial dan mumpuni dalam mengampu pekerjaan tertentu, suatu institusi kadangkala harus mengemasnya dengan ragam bentuk gimmick atau iming-iming untuk menjadikannya menarik sebagai tempat berkarya. Tidak jarang dijumpai bentuk insentif yang ditawarkan merupakan paket remunerasi yang mengkombinasi antara pemenuhan kebutuhan dasar dan aktualisasi diri. Suatu hal yang nampaknya sulit dilakukan, tetapi mulai banyak diterapkan.  Dalam kaitan dengan hal tersebut, ada satu pelajaran menarik yang dapat diambil dari hasil studinya Carson et.al (2006) yang berjudul “Uncertainty, opportunism, and governance: The effect of volatility and ambiguity on formal and relational contracting”, Academy of Management Journal, Vol. 49., No.5 yaitu bahwa mengelola ketidakpastian sumberdaya manusia dalam bisnis dapat dilakukan dengan memodifikasi pola kontraktual dalam suatu ikatan kelembagaan. Hipotesis yang dimunculkan dalam studi tersebut adalah bahwa pola hubungan kontraktual dalam suatu bisnis akan cenderung lebih kuat terhadap desakan faktor volatitas dibanding ambiguitas. Sebaliknya, pola kerja yang berbasis kontrak formal akan lebih tahan terhadap desakan faktor ambiguitas (ambiguity) dibanding volatilitas (volatility).  Sudah barang tentu, kedua pola hubungan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan, dan dalam banyak hal tidak saling menggantikan. Dengan demikian, kecermatan dalam mengamati situasi akan menentukan tingkatan risiko ketidakpastian pola kerja yang dipilih.

Pada lingkup yang lebih luas, mengelola risiko ketidakpastian dalam organisasi bisnis membutuhkan dukungan infrastruktur kelembagaan yang bisa diandalkan dan mampu untuk menopang kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan dalam organisasi bisnis. Memang, pengalihan risiko finansial secara terbatas dapat dialihkan kepada perusahaan-perusahaan asuransi atau bentuk lembaga penjaminan lainnya. Situasi berkembangnya bisnis asuransi di Indonesia memang mungkin bisa menjadi salah satu indikator adanya kesadaran baru di kalangan masyarakat dalam mengelola risiko ketidakpastian.  Namun, risiko lain yang terkait dengan kegiatan yang sifatnya operasional atau situasi yang mengarah pada perubahan kondisi mental, sosial, dan politikal nampaknya  masih membutuhkan upaya integratif sehingga mampu mengkombinasi kemanfaatan moneter yang dijanjikan dengan bentuk lain yang juga bernilai tinggi.  Pengelolaan bisnis dengan menggunakan pola portfolio mungkin bisa menjadi satu alternatif.  Dengan cara itu, bisa saja terjadi bentuk kegiatan bisnis dikemas dalam format aliansi untuk menghadapi kemungkinan pemunculan faktor ketidakpastian di dalam suatu sektor atau industri tertentu.

Sebagai penutup, apapun bentuk keputusan yang akan diambil oleh para pebisnis, rasionalitas terbatas yang dimiliki mengharuskan seseorang untuk memilih dari segala bentuk opsi yang menawarkan solusi terhadap situasi ketidakpastian. Itu pula mengapa untuk memilih lembaga penjaminan mana yang dinilai memiliki kredibilitas tinggi memang tidaklah selalu mudah. Penggunaan indikator ganda (multiple indicator) bisa saja dilakukan untuk bisa menentukan peringkat yang diharapkan peringkat itu mampu menggambarkan kredibilitas yang ditawarkan.  Lebih dari itu, proses pemilihan yang dilakukan dengan berdasar pada ketentuan-ketentuan yang mengarah pada praktik bisnis yang baik (good governance) barangkali merupakan hal yang bisa dilakukan untuk menghindari jebakan risiko ketidakpastian dalam berbisnis.

Senin, 22 April 2013

PERSONAL SELLING

-PERSONAL SELLING-
Komunikasi antara produsen atau penjual dengan konsumen potensial yang melibatkan emosi dan pikiran dengan berhadapan langsung atau Face to face.
Melibatkan emosi dan pikiran karena berhadapan langsung dengan orang. Yang dijual di personal selling adalah produk spesial= produk yang jarang dibeli , produk konsumen =produk yang menjadi kebutuhan sehari-hari,yang bisa di jumpai dimana saja, produk belanja = jarang dibutuhkan, contohnya perabotan rumah tangga. Tidak ada iklan, seorang penjual mempersuasi (mempengaruhi)konsumennya secara langsung. Seorang penjual melakukan :
1. Presentasi
2. Meyakinkan
3. Mempengaruhi

- DIRECT SELLING-
proses penjualan tanpa melalui perantara.maksudnya tanpa melalui perantara penjualan.tapi bisa memakai sebuah media.untuk produk produk yang daya beli konsumen tinggi dan tidak terstandarisasi. memakai metode ini. Contohnya produksi pesawat BOEING.kontrol harga pada level konsumen. Tapi pada INDIRECT SELLING kontrol harga pada distribusi.

-SALES PROMOTION-
Promo = insentif kepada konsumen
Promosi = serangkaian aktivitas yang meliputi periklanan,personal SELLING,DIRECT selling, SALES promotion,publik relation.

-PERAN PENJUAL-
1. Menyampaikan pesan yang kompleks
2. Mengadaptasi penawaran
3. Membujuk konsumen dengan menyebut sisi positif

-KAPAN PERSONAL SELLING DIGUNAKAN-
a. Bila perusahaan ingin meyakinkan eseller untuk memajang produk
b. Bila menjual pada pasar industri dengan sedikit konsumen potensial, dan mendistribusikan pada sejumlah kecil reseller besar (keberhasilan 69%)
c. Bila consumen goods memiliki daya tahan lama, perlu banyak penjelasan (keberhasilan 47,6%)
d. Bila ada ketergantungan pada saluran distribusi
e. Bila harga barang mahal

-TIPE PERSONAL SELLING- (BURNETT, 1993)
1. Responsive selling, salespeople bertugas untuk memenuhi permintaan konsumen. Alam tipe ini salespeople mengadakan perjalanan dan menjumpai banyak pengecer.
2. Trade selling, salespeople bertindak sebagai order taker atau menerima pesanan, tetapi lebih fokus pada pelayanan.
3. Missionary selling, tugas utamanya adalah mempromosikan produk baru, kadang kadang melakukan order taker.
4. Technical selling, salespeople menyelesaikan masalah konsumen dengan keahlian dan pengalamannya.
5. Creative selling, biasanya berhubungan dengan produk, menangani masalah masalah serius dan membersihkan solusi terbaik.

-CIRI PERSONAL SELLING- (KOTTLER 2003)
1. Personal confrontation, dalam penjualan personal terjadi interaksi yang hidup dan dilakukan secara langsung antara dua orang atau lebih.
2. Cultivation, penjualan personal memungkinkan terjadinya hubungan yang berlanjut, dari hubungan transaksi menjadi hubungan persahabatan.
3. Response, penjualan personal membuat konsumen merasa perlu untuk memperhatikan informasi dari salespeople .

-KEUNGGULAN PERSONAL SELLING- (SUTISNA, 2001)
a. Personal selling melibatkan komunikasi secara langsung dengan konsumen potensial, sehingga lebih bisa membujuk daripada alat alat promosi lain.
b. Proses komunikasi face to face menjadikan konsumen potensial lebih memperhatikan pesan dari komunikator.
c. Personal selling dapat mendesain cara penyampaian pesan yang berbeda sesuai dengan situasi dan kondisi adience.
d. Dalam personal selling terjadi komunikasi dua arah, sehingga memungkinkan adanya dialog interaktif antara salesperson dengan konsumen .
e. Personal selling lebih memungkinkan untuk menyampaikan pesan yang kompleks mengenai suatu produk yang tidak apat disampaikan melalui iklan.

~>>KEUNGGULAN PERSONAL SELLING<<~ (PETER & OLSON 1996)
a. Komunikasi personal yang dilakukan oleh salesperson dapat meningkatkan keterlibatan konsumen terhadap produk atau proses pembuatan keputusan.
b. Situasi komunikasi yang interaktif memungkinkan salesperson menyesuaikan presentasinya pada kebutuhan informasi dari setiap pembeli potensial .

~>> PLUS ALAT PROMOSI PERSONAL SELLING <<~
-Umpan balik langsung
- atas respon konsumen
-Alternatif bisa ditawarkan
-Perhatian pembeli terjaga
-Respon lebih ada karena ada niat beli
-Pesan yang kompleks dapat intensif

~>>MINUS PROMOSI PERSONAL<<~
-Calon hanya sedikit
-Biaya per pembeli tinggi
-Konsumen tidak mudah dirayu
- pramuniaga ada kesan memaksa bila berlebihan

~>>PRINSIP PERSONAL SELLING KOTTLER 2003<<~
-profesionalisme, salespeople tidak hanya menerima pesanan tetapi juga mencari pesanan.
-Negosiasi
-Relationship marketing, membangun hubungan jangka panjang

~>>PENDEKATAN PROGRAM TRAINING SALESPEOPLE <<~
Sales oriented approach ,lebih pada mentalnya
Customer oriented approach, lebih pada menganalisa kebutuhan pelanggan.

~>>STRATEGI NEGOSIASI<<~
Pisahkan orang dari masalah/separate thepeople from teh problem.
Fokus pada kepentingan bukan pada posisi/fokus on interest,not positions.
Tentukan pilihan yang saling menguntungkan kedua pihak/invent options for mutual gain.
Berpedoman pada kriteria yang objektif/ insist in objective criteria.


Dikirim dari iPad saya
Klik di sini untuk Balas atau Teruskan



Minggu, 21 April 2013

hubungan antara kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, dan kualitas layanan


Persaingan yang selalu meningkat, menyebabkan perusahaan harus berorientasi kepada pelanggan, yaitu perusahaan harus cermat dan teliti untuk menentukan kebutuhan pelanggan dari sudut pandang pelanggan, bukan dari sudut pandangnya sendiri.

Tujuan perusahaan adalah untuk menciptakan penjualan dengan melihat apa yang dibutuhkan oleh masyarakat ataupun belum dibutuhkan oleh masyarakat. karena penjualan perusahaan setiap saat berasal dari dua kelompok, yaitu pelanggan baru dan pembeli ulang. Biaya untuk menarik pelanggan baru lebih mahal dari pada mempertahankan pelanggan lama. Oleh karena itu, mempertahankan pelanggan lebih penting dari pada memikat pelanggan.

Apabila perusahaan ingin menanggulangi pesaingnya, Mereka harus dapat menerapkan strategi pemasaran yang tepat. Orientasi konsep pemasaran adalah identifikasi dan kepuasan kebutuhan pelanggan yang berperan penting untuk meningkatkan daya ingat pelanggan. Dalam konsep pemasaran yang menjadi kunci untuk mencapai tujuan organisasi adalah bagaimana menentukan kebutuhan dan keinginan pasar yang akan menjadi objek sasarannya. Hal ini tidak mengherankan bahwa perusahaan menggunakan sumber daya (seperti: pelanggan, pesaing, saluran distribusi dan pemasok) untuk mengukur dan mengatur kepuasan pelanggan, terutama pada sektor toko swalayan.

Kunci untuk mempertahankan pelanggan adalah dengan memberikan kepuasan pelanggan yang pada akhirnya akan menciptakan loyalitas pelanggan. Saat ini beberapa peneliti pemasaran berfokus pada pengukuran kepuasan pelanggan. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan kualitas pelayanan dari perusahaan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan akan memberikan perhatian bagi manajer perusahaan apakah perlu dilakukan perbaikan dalam kepuasan pelanggan yang berperan pada peningkatan dalam kinerja ekonomis perusahaan. Pengeluaran konsumen yang besar dalam berbelanja di toko swalayan atau koperasi, menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan dan kinerja ekonomis perusahaan dianggap oleh perusahaan sebagai penilaian konsumen yang positif.

Adanya penekanan yang meningkatkan pada kepuasan pelanggan, meminta perhatian kita apakah perbaikan dalam kepuasan pelanggan berperan pada peningkatan dalam performance ekonomis perusahaan Pembelanjaan dan kepentingan konsumen yang besar dikaitkan pada ukuran kepuasan pelanggan yang menunjukkan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan dan ekonomis perusahaan dianggap oleh perusahaan berada pada penekanan kepuasan pelanggan, contoh : konsumen yang berbelanja di sebuah toko swalayan kecewa karena antrian yang panjang. Sebaliknya penekanan yang terus menerus yang terjadi pada suatu perusahaan, seperti: harga produk yang terlalu tinggi, pelayanan yang kurang memuaskan konsumen, menyebabkan menurunnya tingkat loyalitas pelanggan terhadap jasa suatu perusahaan. Penurunan ini dihubungkan pada sejumlah faktor yang kuat, seperti: kurangnya informasi yang tersedia bagi konsumen, keseluruhan jasa yang kurang memuaskan bagi konsumen dan meningkatkan persaingan luar negeri.

Loyalitas pelanggan ditentukan untuk tujuan yang luas bagi kebutuhan pelanggan. Sikap relatif yang rendah dengan tingkat pembelian rendah menunjukkan tidak adanya loyalitas pelanggan. Kepuasan dipandang sebagai awal dari sikap relatif, karena tanpa kepuasan pelanggan tidak akan ada sikap yang baik terhadap sebuah merek sebagai perbandingan pada alternatif lain yang tersedia Pembelian ulang di definisikan karena loyalitas pelanggan, bukan karena pelanggan tidak puas terhadap produk atau jasa yang diberikan oleh perusahaan. Loyalitas pelanggan yang baik dan sikap yang baik terhadap merek akan memberikan komitmen yang baik yang berpengaruh pada kepuasan pelanggan. Komitmen ini menjelaskan bahwa keinginan untuk membeli ulang sebuah produk mengabaikan perusahaan pesaing.
Dalam konteks kualitas jasa, kepuasan konsumen dan loyalitas pelanggan telah tercapai konsesus bahwa harapan pelanggan memiliki perasaan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas jasa, kepuasaan konsumen dan loyalitas pelanggan bagi perusahaan.